Sabtu, 24 Januari 2009

NEO PROLOG pt One


Apa Kabar Pekanbaru ... ?


Perjalanan menuju Pekanbaru seperti perjalanan menuju kemasa lalu. Meskipun hanya selang dua tahun sejak aku meninggalkan kota itu namun ada banyak hal yang membekas dalam dibenak dan batinku. Mungkin karena jeda waktu yang tidak terlalu lama itu pula kenapa bekas-bekas itu masih kuat terasa.


Terus-terang aku tidak pernah berharap akan kembali lagi ke Pekanbaru. Aku telah datang kepadanya dengan segala kemudaanku nyaris sepuluh tahun yang lalu. Ketika itu aku begitu berharap akan ada sedikit keberuntungan yang akan merubah nasib burukku. Hari kehari, musimpun berganti, aku berjuang keras membunuh rasa frustasi dan bayangan setan yang selalu saja setia mengikuti. Tapi aku tidak pernah memilih untuk diam apalagi sampai berhenti. Dengan suluh yang semakin redup, pandangan semakin kabur dan tubuh yang semakin lesu aku tetap saja melangkah menyusuri jalan-jalan kecil yang panjang dan berliku. Tidak peduli jika harus jatuh, tersesat atau bahkan terjebak pada sesuatu yang tidak pernah aku inginkan. Kenyataannya aku masih saja terus melangkah. Membiarkan seluruh tubuhku penuh dengan tetesan keringat, darah dan air mata. Jika memang demikian lah harga yang harus aku bayar untuk sampai dinegeri yang begitu aku rindukan maka aku akan membayar semahal apapun itu.

Adalah pada suatu ketika, aku tidak lagi yakin dengan apa yang aku temukan. Dengan sedikit sentuhan yang romantis dan sentimental, Setan menghujamkan cakarnya tepat dijantungku. Begitu cepat, begitu hebat, hingga aku nyaris tidak menyadari apa yang sebenarnya tengah terjadi. Tiba-tiba saja aku sudah tersungkur dalam rasa pedih yang nyaris tak tertahankan. Ternyata Bidadari yang terlihat begitu indah dan terkesan begitu hangat adalah Setan yang terkutuk. Dia telah menuntaskan dendamnya kepadaku. Justru disaat aku mulai menapak jalan terang kenegeri yang selama ini aku dambakan. Ketika itu aku merasa telah kalah dengan sangat sempurna. Perjalanan panjang dan melelahkan yang selama ini telah aku tempuh akhirnya bermuara pada kesia-siaan belaka. Aku hanya menunggu detik-detik saja menjelang ajalku jika aku tidak segera memutuskan untuk kembali pulang kembali kekota asalku. Saat itu lah aku berjanji aku tidak akan kembali ke Pekanbaru, kota yang telah menaklukkanku dan menjadikanku seorang pecundang yang sejati.


Hampir subuh ketika mobil sewa yang aku tumpangi mulai memasuki Pekanbaru. Barisan pertokoan, lampu-lampu jalan, papan reklame dan warung tenda yang bertebaran, terkesan seperti sebuah parade penyambutan yang sendu. Ada sensasi yang berbeda yang aku rasakan. Ada gairah yang sulit untuk kukatakan. Seakan aku datang kesana untuk pertamakalinya. Memagut setangkup asa yang berkejaran dengan begitu banyak pertanyaan. Hmmm, Apa kabar, Pekanbaru? Aku datang kembali kepadamu! Mungkinkah kali ini aku akan mampu memetik bintang dilangitmu? Satu hal yang pasti aku telah banyak belajar dari masa lalu. Aku telah banyak meratap untuk itu. Kini saatnya aku menebus semua kekeliruan itu. Aku berjanji, sesaat saja setelah aku menyentuh lagi tanahmu maka aku akan segera berlari sejauh yang aku mampu, mengejar lagi semua mimpi-mimpiku yang sempat kau rebut .....


In The End Of 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar