Sabtu, 24 Januari 2009

IT'S MOTHERS DAY



I Love You Mom



Sebelumnya aku tidak begitu peduli dengan perayaan hari ibu. Aku bahkan hampir lupa kapan perayaan hari ibu itu. Hingga kemudian aku ditugaskan untuk menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan perayaan hari ibu. Ada dua kegiatan yang harus aku laksanakan, pertama sebuah seminar tentang perempuan yang mampu memberi inspirasi bagi lingkungannya yang akan menghadirkan ibu gubernur dan sejumlah tokoh perempuan. Meskipun sempat terkendala berkali-kali bahkan hingga menit-menit terakhir Alhamdulillah akhirnya kegiatan itu terlaksana juga dengan baik. Kegiatan kedua adalah perayaan hari ibu di sebuah mal dipusat kota Pekanbaru yang menyajikan berbagai acara hiburan untuk ibu dan anak serta kunjungan dari seorang artis ibu kota. Acara itu pun berlangsung dengan semarak dihadiri oleh ratusan warga kota Pekanbaru. Minggu itu benar-benar merupakan minggu yang sibuk untukku.


Seperti yang selalu terjadi, pesta berakhir begitu cepat. Kemeriahan itu pun susut begitu saja. Segala kesibukan, hingar-bingar, hiruk-pikuk dan gelak-tawa pada akhirnya bermuara dikesunyian belaka. Tidak peduli betapa berat dan panjangnya perjuangan menciptakan pesta tersebut. Yang tersisa hanya lah sampah dan setangkup kenangan yang sepenuhnya jadi milik masa lalu. Aku kembali keduniaku. Sendiri dalam sunyi dan malam yang selalu kelam. Hingga kemudian aku terseret pada satu rasa yang begitu lekat dan dalam. Rasa rindu yang menyayat ruang kalbuku. Begitu dahsyatnya hingga aku merasa seakan terdampar sendirian disatu negeri asing yang tak pernah kudatangi. Aku merinding. Aku nelangsa. Aku berkutat dalam perasaan yang luar biasa hebatnya ....


Jika kemudian dunia mengajarkan kita untuk selalu memuliakan seorang ibu, bahkan hingga menempatkan syorga berada dibawah telapak kaki ibu, bagiku itu merupakan sebuah keniscayaan yang tak bisa dipersoalkan lagi. Mengingat kita yang diciptakan dari hasrat cintanya, lalu dirawat, dijaga dan dimanja sejak kita masih berupa janin belaka hingga kemudian kita tumbuh menjadi seorang manusia sempurna. Entah berapa kali ia mengorbankan keinginannya, kesenangannya, kebutuhannya bahkan jiwa-raganya hanya demi kita anak-anaknya. Bahkan setelah kita begitu durhaka mengkhianati kasih-sayangnya seperti hujaman belati carut-marut diwajahnya namun seorang ibu akan selalu menghabiskan sebanyak mungkin waktu untuk mendoakan segala yang terbaik untuk anak-anaknya. Mulai saat ini jika ada yang datang padaku dan bertanya tentang cinta maka cinta yang sejati hanya lah cinta seorang ibu kepada anak-anaknya. Cinta yang sama agungnya dengan cinta Tuhan kepada makhluk-makhluknya. Cinta yang begitu ikhlas dan suci tak ternoda ....


Mama, ... aku terkenang dengan perempuan itu. Wanita sederhana dan selalu sederhana dalam hidupnya. Sejak kecil ia telah hidup dengan ibu tiri dan telah merasakan begitu banyak kesengsaraan. Ia tetap bersyukur meskipun hanya bersuamikan seorang pegawai rendahan dengan penghasilan yang bahkan selalu kekurangan. Ia bahkan ikut menafkahi kami anak-anaknya dengan menjahit pakaian tetangga, membuka kedai kecil didepan rumah, bahkan menjual lontong dan kue kering yang selalu dipersiapkannya dimalam buta. Tapi dia tidak pernah lelah. Dia tidak pernah resah. Dia juga tidak pernah mengeluh. Justru kami yang selalu rewel mempersoalkan segala kekurangan itu hingga membuatnya harus bekerja lebih keras dan lebih giat lagi. Mama seperti lentera yang harus menerangi gelap malam sendirian dan berjuang untuk bisa tetap menyala diantara desau angin malam yang dingin dan basah.


Mengenang Mama membuatku jadi begitu emosional. Insya Allah aku bisa menanggung luka sepedih apapun jika setan paling terkutuk dari dasar neraka mencelakaiku dengan cakar-cakarnya. Namun aku bisa dengan mudah luruh dalam derai air mata hanya karena mengenang perempuan itu. Aku tidak pernah tahu apakah dia pernah bahagia. Yang aku tahu ia sudah menderita sejak masa kecilnya. Bahkan ketika aku tumbuh jadi seorang remaja aku juga ikut menyakitinya. Aku melakukan banyak hal yang membuat hatinya terluka dan lara. Aku mencari kesenanganku dalam uraian air matanya. Aku bahkan pernah meninggalkannya begitu saja hanya karena ingin mencumbui kesombonganku semata. Namun selalu terbukti dan tidak pernah tidak bahwa perempuan yang sama yang selalu aku panggil Mama itu selalu saja jadi malaikat pelindungku. Saat luka berdarah-darah memenuhi tubuhku, saat kemunafikan dunia akhirnya menghukumku, saat nafasku pun tingal satu-satu, saat itu lah dia hadir merentangkan kedua sayapnya dan memelukku dengan penuh cinta. Seketika tanpa diminta dia hadir membentengiku dengan kenyamanan. Meskipun untuk itu dia justru harus mengorbankan dirinya. Ah, ... sejauh mana pun aku pergi, sebanyak apapun manusia yang aku temui, rasanya tidak akan pernah ada kasih-sayang seindah itu. Ya TUHAN yang maha berkuasa jika Engkau berkenan izinkan kelak aku membuatnya bahagia! Meskipun aku yakin itu itu tidak akan pernah bisa mencicil sedikit pun hutang-hutangku kepadanya ......



In The End of 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar