Sabtu, 24 Januari 2009

REFLECTION



Back To Work ...



Aku tercenung cukup lama menyadari betapa ramahnya Pekanbaru menyambutku kali ini. Hanya dalam hitungan hari saja aku sudah diterima bekerja disebuah perusahaan media yang cukup ternama. Pekerjaan yang aku sukai. Kebetulan aku memang memiliki bakat dan minat yang besar dibisnis media. Rasanya aku telah menghabiskan separuh dari masa mudaku sebagai seorang pekerja media. So, ketika kali ini aku harus kembali kedunia yang sama aku merasa jeda waktu yang sempat terlepas selama ini seakan tertebus kembali. Ya, aku jadi begitu exciting. Aku mulai bersemangat.


Sebagian orang berpendapat pekerjaan sebagai seorang penyiar radio atau wartawan koran adalah pekerjaan yang cukup bergengsi. Penyiar radio dan wartawan koran selama ini sering diidentifikasi sebagai sosok anak muda yang pintar, serba tahu dan punya banyak teman. Aku pernah jadi penyiar radio dan juga pernah jadi wartawan koran. Aku pernah merasa cukup dihargai karena profesiku itu. Aku pernah benar-benar menikmatinya. Hingga kemudian hidup menuntut lebih dari sekedar kesenangan dan kepuasan batin. Hidup butuh lebih dari sekedar eksistensi dan idealisme. Hidup memaksaku untuk melihat realitas yang ada. Ketika itu lah pekerjaan sebagai penyiar radio atau pun wartawan koran seperti kehilangan citranya dimataku dan dimata orang-orang disekitarku. Status sebagai seorang pekerja media kemudian menjadi sesuatu yang amat sangat biasa. Bahkan pada saat-saat tertentu bisa jadi terasa sebagai beban. Apalagi pada saat calon mertua mulai bertanya tentang penghasilan ....


Tidak bisa dipungkiri maraknya industri media didaerah, baik media elektronik maupun media cetak, sering tidak disertai dengan perencanaan dan penyelenggaraan bisnis yang baik. Akibatnya pekerjaan sebagai pekerja media seperti kehilangan auranya. Jika sebelumnya jadi pekerja media itu harus pintar maka sekarang pintar saja ternyata tidak cukup. Untuk bisa bertahan hidup layak ditengah hantaman tuntutan ekonomi seorang pekerja media tidak lagi bisa hanya sekedar pintar tapi harus pintar-pintar. Sebuah guyonan yang sangat umum dikalangan pekerja media didaerah. Menggelikan sekaligus menyedihkan. Tapi demikian lah kenyataannya. Bahwa banyak diantara mereka yang masih harus gali lobang tutup lobang untuk kehidupan sehari-hari mereka, itu lah kenyataannya. Bahwa banyak diantara mereka yang masih harus hidup sangat sederhana dirumah kontrakan atau nebeng dirumah mertua, itu lah kenyataannya. Bahwa mereka tetap harus bekerja dibawah tekanan dan target yang ketat, itu lah kenyataannya. Jadi, selalu ada alasan jika banyak diantara mereka yang kemudian memilih cara lain untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Bahkan dengan cara yang tidak seharusnya dilakukan sebagai seorang pekerja media. Sebuah ironi tapi sulit untuk dipungkiri.


Hal lain yang aku saksikan didunia media adalah tradisi yang tidak menguntungkan antara bidang produksi dan bidang bisnis. Selalu ada ego sektoral yang membuat sesuatu yang sederhana menjadi begitu rumit. Meskipun masing-masing sadar bahwa mereka bekerja demi kebesaran nama yang sama. Hal ini mungkin disebabkan perpektif yang berbeda dalam melihat suatu permasalahan. Bidang produksi dalam hal ini rekan-rekan redaksi biasa memandang masalah secara idealis sementara rekan-rekan dibisnis cenderung lebih pragmatis. Redaksi berpikir tentang apa yang bisa mereka berikan sementara bisnis berpikir tentang apa yang mereka bisa dapatkan. Keduanya memiliki landasan kepentingan yang sama kuatnya. Tentu saja akan sangat menyenangkan bila kedua bidang itu bisa saling memahami dan memilih untuk saling mendukung satu sama lain. Jika saja itu terjadi maka mereka akan menjadi sebuah kekuatan yang solid dan saling melengkapi.


Jika kemudian aku merasa tetap berminat bekerja diindustri media tentu bukan karena semua kenyataan itu. Aku tidak terlalu khawatir jika harus menemukan tekanan yang demikian kuat, tuntutan yang begitu tinggi dan hiruk-pikuk kepentingan yang selalu tumpang-tindih. Aku pernah mengalaminya dan alhamdulillah aku bisa bertahan. Jikapun kali ini tantangannya akan lebih dahsyat maka aku akan menguji diriku seberapa jauh aku bisa bertahan. Insya Allah semuanya akan baik-baik saja. Segala sesuatu yang diniatkan dan dilaksanakan dengan baik sejatinya akan membuahkan hasil yang baik pula. Aku mungkin seorang yang cukup moderat dan berpikiran terbuka terhadap berbagai hal namun aku relatif masih cenderung konservatif terhadap nilai-nilai. Aku selalu merasa bahwa aku telah terlahir dengan sesuatu yang ada didalam diriku. Sesuatu yang disebut dengan berkah, pemberian, bakat atau apapun istilahnya, yang harus aku eksplorasi seoptimal mungkin sebagai bekal dalam mengarungi kehidupanku selanjutnya. Jika memang dibisnis media lah semua itu bisa aku wujudkan lalu kenapa tidak? Jalan ini adalah jalan yang aku mau. Jalan yang aku pilih dan telah dipilihkan untukku. Jalan ini akan senantiasa terang dan lapang jika saja aku bisa jadi seorang yang ikhlas dan penuh dengan rasa syukur ....




In The End Of 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar